Oleh:

Santri Bella Pertiwi
Junior Programmer | Relawan Pengajar
Rombel 5: SDN Mulyajaya 3 | Kec. Teluk Jambe Barat Kab. Karawang
11 April 2016
(Tulisan ini sudah dipublish sebelumnya di blog pribadi: http://bellavlinder.tumblr.com/)






"Selamat pagi. Perkenalkan, nama kakak, Bella. Pekerjaan kakak adalah programmer. Ada yang tau programmer?"

Semua anak kompak menggeleng sambil diiringi kata tidak. Para guru dan relawan tertawa melihatnya. Ya, hari ini saya terdampar di ujung kabupaten Karawang. Memperkenalkan diri di depan puluhan anak SD yang sangat menggemaskan. Bersama dengan 9 orang lainnya, saya menjadi relawan di Kelas Inspirasi Karawang.



Pagi-pagi sekali saya sudah berangkat menuju lokasi dari Bekasi. Setelah mempersiapkan diri selama hampir 2 minggu, akhirnya disinilah saya. SDN Mulyajaya 3, Kecamatan Teluk Jambe Barat, Karawang. Rombongan belajar kami terdiri dari 10 orang, yaitu Kak Umi (Fasilitator), Kak Dara (Dosen), Kak Novi (Customer Service), Mas Oki (Dokumentator), Mas Rindang (Pilot), Kak Jessica (Tax Administration & Chef), Kak Putri (Analis Kimia), Mas Wildan & Mas Angga (Fotografer), dan saya sendiri. Menjadi relawan pengajar di Kelas Inspirasi memang bukanlah suatu hal yang diduga-duga. Saya hanya ikut mendaftar karena ajakan teman. Merasa senang sekaligus bingung ketika terpilih, karena saya tidak punya pengalaman mengajar sama sekali. Dan saya sangat bingung, apa yang harus saya jelaskan mengenai profesi saya?

SDN Mulyajaya 3 adalah sekolah dasar yang berada di tengah-tengah hamparan sawah. Sejauh mata memandang hanya hamparan sawah yang terlihat. Jumlah muridnya terbilang sedikit, hanya 94 orang. Dan jumlah di tiap kelasnya hanya berkisar 11 - 17 orang. Timpang sekali dengan sekolah-sekolah di kota besar. Profesi orang tua siswa rata-rata adalah buruh tani dan buruh pabrik. Tembok dan lantainya sudah banyak yang gompal. Tapi lapangannya sangat luas, cocok untuk bermain sepak bola ataupun bola kasti.

Masuk ke kelas pertama mengharuskan saya membimbing anak-anak kelas II menuliskan data dirinya dalam sebuah stiker. Di sana tertuliskan nama, kelas, dan cita-cita. Cita-cita mereka kebanyakan sama. Dokter, pilot, polisi, tentara, dan juga pembalap. 

Saya kebagian mengajar di 4 kelas, yaitu kelas II, kelas V, kelas III, dan terakhir kelas IV. Saya menjelaskan profesi saya dengan ilustrasi bahwa seorang programmer adalah pembuat game yang biasa mereka mainkan, pembuat robot-robot yang biasa mereka lihat di TV, dan juga pembuat aplikasi yang sering mereka gunakan di handphone ataupun komputer. Banyak dari mereka menyebutkan game ataupun robot kesukaan mereka. Bahkan banyak juga game yang tidak pernah Saya dengar sebelumnya. 

Saya tahu anak-anak pasti bosan mendengarkan penjelasan saya. Karena apa yang saya jelaskan sulit dimengerti oleh mereka. Akhirnya saya mengajak mereka untuk bermain puzzle yang bertemakan komputer. Dalam satu kelas saya bagi ke dalam 3 kelompok. Kelompok yang pertama menyelesaikan saya apresiasi dengan stiker senyum dan jempol. Jika menyusun puzzle sudah selesai, saya ajak mereka bermain game komputer sederhana yang pernah saya buat.


Di akhir sesi, biasanya saya mengajak mereka bermain dan berfoto bersama. Ditutup dengan pertanyaan, “Ada yang ingin jadi programmer?”. Dari IV kelas yang saya kunjungi, hanya sedikit sekali yang ingin menjadi programmer dan antusias dengan yang saya jelaskan, walaupun itu tidak mengubah pilihan cita-cita yang mereka tuliskan di stiker. Sepertinya pilihan cita-cita begitu sedikit di pikiran mereka. Atau mereka terlalu takut keluar dari pilihan yang biasa.

Di akhir jadwal mengajar, para relawan membimbing anak-anak untuk menuliskan cita-cita mereka di sebuah stiker daun. Stiker daun tersebut akan ditempelkan pada pohon cita-cita yang ada di depan sekolah. Entah mereka mengerti atau tidak maknanya, tapi saat mereka menuliskan cita-cita mereka, ada harapan besar yang mengikuti disana.

Walaupun mereka tidak mengerti sepenuhnya dengan apa yang saya jelaskan, tapi setidaknya mereka kenal dengan profesi programmer. Lucu sekali saat melihat wajah-wajah terkejut mereka saat saya menjelaskan berbagai macam hal yang bisa dilakukan oleh programmer. Mungkin itu suatu hal yang baru mereka dengar.




Hari ini mungkin mereka masih bingung dengan apa yang saya jelaskan. Tapi mungkin suatu hari nanti mereka bisa membuat apa yang belum pernah orang lain pikirkan di saat ini. Apapun yang mereka tuliskan di pohon cita-cita, semoga mereka bisa mencapainya suatu hari nanti. Hari ini saya belajar banyak dari kepolosan mereka. Tentang tak mudah mengeluh dan selalu bahagia. Tentang menjadi berguna melalui cita-cita. Tak ada keinginan yang muluk-muluk. Hanya ingin bahagiakan diri sendiri dan orang tua.

Tak ada penyesalan sedikitpun setelah mengikuti Kelas Inspirasi. Cuti sehari membuat saya mengerti bagaiman sulitnya menjadi seorang guru, bagaimana polosnya anak-anak, dan bagaimana cara bergembira bersama dengan cara-cara yang sederhana. Saya bahagia bisa berkumpul dengan para relawan dari berbagai daerah. Kami disatukan oleh semangat yang sama untuk menginspirasi anak-anak Indonesia.

Terus belajar dan bermimpi. Bahagia selalu untuk masa depan.

Salam Inspirasi.
Bekasi, 11 April 2015