Oleh:

Willyza Purnama Hardinsyah
Credit Administration Officer | Relawan Pengajar
Rombel 3: SDN Wanakerta 3 | Kec. Teluk Jambe Barat Kab. Karawang
11 April 2016


Ini baru pertama kalinya saya mengikuti Kelas Inspirasi. Berhubung penempatan kerja saya di Sukabumi, pikir saya kalau di Karawang masih terjangkau dengan mudah karena masih di Jawa Barat. Awalnya iseng-iseng saja mendaftar, tidak berharap banyak akan terpilih. Karena sebelumnya saya pernah mendaftar KI khusus instansi tempat saya bekerja yang diselenggarakan di Jakarta, tetapi saya tidak lolos.

Dua hari mempersiapkan KI Karawang ini saya merasa seperti KKN saat kuliah dulu. Acara-acara sosial yang kami tidak mengharap imbalan sama sekali, justru sekuat tenaga yang kami bisa kami akan membantu masyarakat.

Bukan hanya bertanya apa yang negara ini bisa beri kepada kita, tapi apa yang kita bisa beri buat negara ini?

Senin, 11 April 2016. Karawang.


Mengajar itu sangat amat tidak mudah, apalagi mengajar anak-anak SD, yang notabene mereka lebih banyak bermain. Kebetulan saya kebagian kelas II, V dan VI. Justru yang paling menantang untuk saya adalah mengajar anak kelas II.

Sedikit saja si pengajar membosankan mereka akan mulai tidak fokus dan satu persatu alan minta ijin ke toilet. Alhasil saya ambil alih kelas dari yang bercerita tentang profesi saya menjadi main kucing-kucingan. Yaaah, setidaknya suasana jadi tetap terkendali dan anak-anak tetap di dalam kelas.

Dengan mengikuti Kelas Inspirasi ini, saya merasa menjadi objek yang terinspirasi oleh anak-anak SD, guru-guru, serta teman-teman relawan yang ikut serta. Kenapa? Because I just have me myself, the children, and a room. Kalau sebagai pengajar kita lengah sedikit saja, anak-anak tidak akan fokus dan mulai mencari alasan untuk keluar ruangan. Dan dari sini lah saya merasa seorang guru itu profesi yang luar biasa. Dengan tuntutan kesabaran, bijaksana, mengayomi, dll. Harus bisa membimbing dan membina murid-muridnya. Dan sedikit banyaknya karakter bangsa itu dibentuk dari sekolah tempat kita belajar.

Saya baru mengajar 3 kelas dalam sehari rasanya sudah lelah sekali. Membayangkan guru-guru mereka mengajari mereka, membina, membimbing dan bermain setiap hari itu luar biasa.

Seorang guru berkata di akhir basa-basi penutupan di ruang guru, "Semoga dengan kedatangan Bapak Ibu di sini bisa menginspirasi anak-anak untuk bisa berprofesi seperti Bapak Ibu, tidak hanya menjadi seorang guru." Justru dalam hati saya, guru itu benar-benar profesi tanpa tanda jasa. Sedikit banyaknya sebagai pembangun karakter bangsa. Tak mengharap imbalan besar seperti pedagang untuk mencari keuntungan, tapi terus memberikan ilmunya tanpa batas.

Teman-teman yang ikut serta pun sangat menginspirasi saya, mereka yang punya profesi hebat-hebat mau meluangkan waktunya untuk proyek sosial ini. Bahkan ada yang sampai berkali-kali tanpa mereka mengharapkan imbalan apapun.

Dengan melihat ketulusan mereka semua membuat saya membuka mata lebih lebar, bahwa hidup tidak hanya meminta, menuntut, ataupun mengharap imbalan yang sama dengan apa yang telah kita berikan. Tetapi hidup adalah bagaimana kita terus memberi. Mungkin untuk kita pemberian ini bukanlah barang berharga atau apapun yang dapat dinilai dengan uang atau angka. Tetapi mungkin bagi anak-anak, pemberian yang menurut kita tak berarti itu berarti sangat besar dan bernilai tinggi bagi mereka. Dan mungkin pemberian yang menurut kita kecil itu adalah sesuatu yang akan diingat-ingat oleh mereka seumur hidupnya. 

Who knows???

Teruslah memberi. Teruslah menginspirasi. Karena hidup bukan tentang menerima atau memberi dengan mengharap imbalan. Tetapi bagaimana kita memberi dan menginspirasi banyak orang walaupun hanya dengan senyuman dan ucapan terima kasih.